Budaya Burung??
Biasanya ada beberapa hal biasa yang kadang tidak terlalu dipikirkan secara mendalam. Dalam konteks dunia perburungan maka ada satu hal lagi yang disebut sebagai “ingon-ingon”. Ini berarti ada suatu daya tarik yang dipancarkan dari burung yang menjadi peliharan tersebut, kira-kira apa yang menjadi daya tariknya? Kenapa orang terkadang lebih suka mendengarkan ocehan burung daripada musik pop atau jazz sekalipun? Menurut beberapa sumber ada semacam akulturasi budaya dimana burung perlahan diangkat menjadi hobi dan kian sebagai hal yang prestisius.
“Sembari minum teh anget, baca koran dan mendengarkan kicauan burung”, apa yang bisa dipetik dari kalimat tersebut? Bagaimana bisa semua orang mempunyai kemiripan situasi dari kalimat tersebut? Khususnya di Indonesia kalimat tersebut merupakan kalimat umum yang sudah banyak dijumpai di banyak status facebook, di banyak artikel serta pengalaman diri sendiri. Lantas seberapa jauh pengaruh budaya dalam hibi perburungan?
Berangkat dari budaya khususnya Jawa, dikenal sebuah ideologi patriarki dimana seorang laki-laki mempunyai kuasa atas perempuan. Pada dasarnya konsep simpel inilah yang kemudian dibawa hingga sekarang. Budaya ini membuat “pemilahan” secara tidak langsung terhadap aktifitas dan kegiatan mereka. Bagaimana mungkin ideologi jaman dahulu dimana konsep perempuan hanya menjadi “konco wingking” bisa ikut lomba? Ini juga berhubungan dengan kodrat perempuan yang seolah hanya bekerja dirumah mengurus anak, masak, bersih-bersih rumah ataupun melayani kebutuhan suami.
Beberapa hal tersebut bisa menjelaskan di kemudian hari tentang mengapa fenomena perburungan didominasi oleh kaum adam. Berbeda jika kita membicarakan masalah “dodolan” atau aktivitas jual-menjual, beberapa fakta ditemukan banyak perempuan yang serta merta ikut menyediakan kelengkapan seputar perburungan di beberapa kios peternakan bahkan rata-rata dari mereka malah seorang perempuan. Lantas bagaimana dengan peminat secara umum terhadap hobi ini?
Setidaknya kita mengenal dan tertarik dengan burung berdasarkan beberapa hal yang disukai, antara lain:
- Bentuk dari burung tersebut
Umumnya aspek ini akan dijadikan patokan seseorang umtuk merasa tertarik dan tidaknya terhadap seekor burung. Contohnya saja bahwa 3 orang responden wanita tertarik dengan kenari jenis Norwich karena bentuknya yang sangat lucu.
- Nyanyian atau lagu
Umumnya memelihara burung memang identik dengan lagu yang dihasilkan dari burung tersebut. Hampir semua orang terkesima dengan nyanyian burung sebagai contoh adalah lagu dari burung Cucak Rowo.
- Warna
Warna adalah aspek fisik yang begitu “eye catching”. Akan sangat indah jika kita melihat seekor burung panca warna, parkit ataupun beo sekalipun karena warna-warna mereka yang begitu indah.
- Perawatan yang meliputi biaya pakan, akomodasi dll
Memelihara burung tentunya juga mempertimbangkan beberapa aspek seperti dana dan kemampuan lainnya. Mungkin seseorang dengan dana yang mepet, tempat seadanya akan jarang ditemui burung peliharaan ber”tarif” mahal.
Hingga saat ini burung telah berkembang tidak hanya sebatas hobi saja melainkan sudah menjadi aset dan komoditas. Budaya ekonomi telah masuk secara perlahan namun pasti di dalamnya sehingga wacana seputar masa depan dunia perburungan secara umum di Indonesia akan menjadi dinamika yang sangat menrik untuk diikuti.
The original article was written by Mtl Canary
Blog: Beternak Kenari
No comments:
Post a Comment